Tragedi Kebohongan


Manusia akhir-akhir ini dipenuhi kebohongan. Tidak dimana-mana, manusia sudah gandrung dengan kebohongan. Keseringan berbohong yang kemudian menjadi ritual sehari-hari. Gejala ini bisa kita saksikan dengan mudahnya bagaimana manusia yang satu berbohong dengan tanpa rasa malu. Manusia zaman sekarang selalu berbohong hanya demi keuntungan diri sendiri. Menutupi segala segala kejelekan yang telah dia perbuat. Manusia ingin selalu di puji, tidak salah kemudian apabila setiap manusia pengen di puji-puji. Seperti manusia yang sempurna tanpa kesumbingan. Padahal di balik itu, banyak kebohongan-kebohongan terselubung.

Kebohongan manusia tiap hari menjadi bumbu dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak enak apabila dalam pembicaraannya tidak mengandung unsur kebohongan. Seperti makanan yang tanpa lauk yang tidak punya rasa apapun, sehingga tidak enak dirasa. Bahkan kebiasaan ini menjadikan seseorang tanpa beban terlebih malah kadang mewariskan pada anak-anaknya sejak masih kecil. Anak-anaknya di ajari berbohong ketika berbicara dengan tetangganya atau tamu yang datang kerumahnya. Yaitu menutup-nutupi segala kejelekan dan membesar-besarkan segala kebaikannya agar orang menjadi terengah mendengar cerita hasil ramuannya.

Seseorang ingin tampil sebaik-baiknya di depan orang terlebih di depan masyarakat umum. seseorang ingin dipuji dan diangkat martabatnya, yang tentunya menyimpan jauh-jauh celah-celah yang dimilikinya. Sehingga tidak salah apabila dalam prilaku kehidupan sehari-hari menyimpang agar tidak diketahui hal layak umum. sulit mencari orang yang tidak ingin di puji, orang merasa direndahkan apabila disebutkan dengan keberadaan sebenarnya. Orang tidak bisa memperlihatkan jati dirinya yang sebenarnya. Orang sudah memakai topeng, topeng yang siap memoles seseorang selalu tampil cantik dan ganteng di depan umum.

Walaupun tidak semua masyarakat demikian, tapi sulit sekali mencari masyarakat yang apa adanya tanpa aling-aling sedikitpun. Dunia seperti sudah menuntut seseorang untuk berbuat demikian. Manusia melampau batas norma kesederhanaan, semuanya ingin tanpil keren. Bagi manusia saat ini martabat adalah segala-galanya. Untuk menjaga martabatnya selalu tetap tinggi dan terjaga manusia rela membayar meskipun dengan harga mahal. Ini dikarenakan banyak juga orang-orang zaman sekarang menginginkan jabatan tertentu untuk itu mereka menjaga kebaikannya bahkan jika ada sedikit cacat dalam kehidupan masa lalunya maka mereka tidak segan membuat citra baru untuk memperbaiki nama baiknya itu.

Krisis Ketauladanan
Bisa kita cermati para pemimpin kita yang menduduki tampuk kekuasaan mereka seringkali mengumbar kebohongan pada masyarakat hanya untuk keuntungan dirinya sendiri. Pemimpin itu membohongi rakyatnya yang telah mempercayainya dan memilih. Apakah ini semua di sebabkan kelupaan atau kebohongan yang memang sudah mewatak pada diri pemimpin kita saat ini. Tidak ada pemimpin yang tidak menginginkan untuk menjadi pemimpin, mereka punya keinginan besar untuk itu. Mereka punya ancang-ancang setelah mereka terpilih nantinya. Mereka dipilih oleh rakyat bukan dari hati nurani tapi dari imbalan uang yang telah dibagi-bagikan. Masyarakat sudah berbohong pada hati nuraninya hanya demi uang semata. Hati telah dibutakan oleh uang sehingga mereka rela berbohong.

Dari situ terlihat betapa hati nurani masyarakat mulai buta dengan kediriaanya. Kebohongan yang melahirkan karakter pada masyarakat akan semakin membuat sulit bagaimana masyarakat untuk tidak berbohong. Kebiasaan berbohong yang dilakukan sengaja sangat berdampak negatif pada tatanan masyarakat yang mapan. Apalagi anak-anak kita yang diajari berbohong sejak kecil, dia akan mewatak sejak kecil dan sulit sekali nantinya untuk berubah untuk tidak berbohong lagi ketika harus mengungkapkan isi hati yang sebenarnya karena mereka terkadang melakukan sesuatu dengan cara kesadaran reflek. Anak-anak ini tidak memiliki pertimbangan matang atas pijakan kejujurannya. Bahkan dalam watak mereka sepertinya antara kebohongan dan kejujuran sudah tidak ada bedanya.

Pola prilaku seperti ini bisa dikategorikan sebagai pola pikir pragmatis dimana prilaku yang manusia lakukan hanya mementingkan apa manfaat bagi dirinya. Sehingga dia berpikir apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya tidak akan dia lakukan dan yang bermanfaat akan ditanggapi secara cepat. Walaupun manfaat disini sebenarnya kalau kita pikirkan kembali adalah maanfaat yang seharusnya dilihat dari hati nurani, bukannya hanya dipandang dari segi bagaimana dia mendapatkan materi sebanyak-banyak dengan apa yang mereka kerjakan. Tidak salah apabila dalam watak masyarakat kita dijangkiti pola pikir pragmatis yang dia pikirkan hanya bagaimana apa yang dia lakukan bisa mendatang materi sebanyak-banyaknya walaupun hati nurani mereka berkata lain. Yang dia tunjukan adalah bagaimana dia bisa senang dan kaya.

Kriteria orang pragmatis adalah identik dengan kekayaan dunia, bukan kekayaan hati nurani. Hati nurani dikesampingkan dari pada otak yang melingkupinya. Padahal pola pragmatis ini tidak lepas dengan pola interaksi kita dengan orang lain, seharusnya kita tidak mementingkan keuntungan untuk diri kita saja, tapi juga mementingkan manfaat bagi orang lain, negara, dan juga bagi agama kita. Dengan demikian manusia yang masih mementingkan demensi di luar dirinya akan hidup seimbang yang dia pikirkan tidak hanya untuk kemaslahatan dirinya tapi juga orang lain. Apabila masyarakat yang seperti ini tercipta tentunya jalinan hubungan antara masyarakat dan ekosistem masyaraat akan tercipta dengan baik.

Kita tidak bisa berharap bangsa kita ini akan maju dan besar jika kebohongan tidak kita tinggalkan. Adanya tidak pidana korupsi itu karena kebohongan telah menggorogoti hati nurani mereka untuk itu mereka menjadi buta dan tuli hatinya. Bukan hanya para memimpin kita yang dijangkiti kebohongan ini tapi juga pada jajaran kemimpin baik dari yang paling rendah pada yang paling tinggi sekalipun. Sungguh ironi bagi kita yang masih punya hati nurani kejujuran melihat fenomena penyakit yang telah menjangkiti masyarakat kita secara luas. Kebohongan ini sudah berjalan sangat lama bahkan sampai sekarang ini sama saja kalau tidak dibilang semakin besar saja, karena kebohongan ini yang menyebabkan tindak pidana korupsi dilakukan secara kontinyu, sitematis, dan dengan terlembaga.

Kebohongan telah merusak tatanan kehidupan kita, masyarakat hidup dalam keresahan dan ketidaknyamanan. Banyak orang kaya yang tidak merasakan dengan kekayaannya itu dan tidak mendapatkan ketenangan mungkin juga karena harta mereka yang mereka dapatkan tidak dari perbuatan yang benar dan halal. Mungkin juga dalam sebutan agama yaitu tidak berkah. Keluarga mereka diberi makan dengan barang-barang yang haram. Hasil kohongan mereka bagikan kepada keluarga yang tidak tahu apa-apa. Lingkaran api panah bergelinding dalam keluarga yang seharusnya orang tua menjadi tulang punggung penghidupan keluarga yang tentunya harusnya didapat dengan cara-cara yang halal malah didapat dengan sebaliknya. 

Akan menjadi apa anak-anak kita jika dalam kehidupan sehari-harinya dia diberi penghidupan dari hasil kehobongan kepada rakyat banyak direpublik ini. Mereka kadang merampas untuk kekayaan dirinya sendiri padahal mereka memang sebenarnya sudah kaya, tapi mengapa mereka masih mengejar kekayaan itu, untuk apa mereka memperbanyak kekayaan? Apa mereka tidak sadar dengan masyarakat yang lain yang hidup dalam kemiskinan yang akut. Banyak dari masyarakat kita yang kelaparan tidak mendapatkan makan. Bahkan hanya untuk mendapatkan satu kali saja dalam hidupnya mereka tidak pandang apa yang mereka makan yang terpenting bagi mereka adalah rasa kenyang.

Akan jadi apa negeri ini jika dipenuhi oleh orang-orang pembohong. Semoga para pembohong itu akan cepat bertobat demi kebaikan negeri ini agar tidak mendapat bermacam ujian dari Tuhannya yang muak dengan prilaku manusia pembohong ini.

Komentar

Postingan Populer