Reinterpretasi Ekonomi Kerakyatan


Judul Buku : Manifesto Ekonomi Kerakyatan
Penulis : Revrisond Baswir
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Pertama, Desember 2009
Tebal : xv + 162 halaman

Ekonomi kerakyatan akhir-akhir ini semakin sering diperbincangkan. Perbincangan tidak hanya berlangsung di media massa atau di rung-ruang diskusi dan seminar, tetapi berlangsung pula diberbagai forum lainnya di tengah-tengah masyarakat. Dalam kepungan pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal yang semakin mencekeram Indonesia, dan di bawah tekanan pelaksanaan agenda-agenda perdagangan bebas dalam pentas ekonomi-politik dunia, perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan ini tentu terasa cukup menyegarkan. Setidak-tidaknya, dengan semakin gencarnya perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan, kehadiran ekonomi kerakyatan sebagai wacana tandingan ekonomi neoliberal terasa semakin kuat.

Walau pun demikian, jika disimak substansi dari berbagai perbincangan tersebut, ekonomi kerakyatan ternyata masih sering disalah pahami. Buku Manifesto Ekonomi Kerakyatan ini mencoba mengkritisi panjang lebar beberapa kesalahpahaman tersebut, diantaranya. Pertama, ekonomi kerakyatan cenderung dipandang sebagai gagasan baru dalam pentas ekonomi-politik di Indonesia. Kedua, ekonomi kerakyatan sering diperbincangkan tanpa mengaitkannya secara langsung dengan cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi. Dan ketiga, ini yang paling banyak terjadi, ekonomi kerakyatan cenderung dimaknai secara tumpang tindih dengan ekonomi rakyat dan ekonomi pro-rakyat.

Menurut penulis buku ini, Revrison Baswir, agar kesalahpahaman mengenai ekonomi kerakyatan itu tidak berkelanjutan, penjelasan terinci mengenai masing-masing hal tersebut tentu perlu dilakukan. Simak, misalnya, mengenai kesalahpahaman yang pertama. Bila ditelusuri ke belakang, akan segera diketahui bahwa perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan sama sekali bukan hal baru bagi Indonesia. Bahkan, jika dibandingkan dengan keberadaan Indonesia sebagai sebuah Negara bangsa, perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan ternyata sudah hadir di sini jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya (hal.5).

Dalam buku ini, Revrisond menegaskan bahwa ekonomi kerakyatan mustahil dapat disamakan dengan ekonomi rakyat atau ekonomi pro-rakyat. Ekonomi kerakyatan adalah sistem perekonomian yang melembagakan kedaulatan ekonomi rakyat. Tujuannya adalah untuk mengutamakan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran yang seorang. Dengan demikian ia tidak dapat begitu saja diasosiasikan dengan pedagang kaki lima, pasar tradisional dan sejenisnya, dan pasti tidak dapat pula diasosiasikan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau program-program sedekah lainnya yang sejenis dengan itu.

Komentar

Postingan Populer