Guru Harapan Indonesia


Judul Buku : The Art of Teaching
Penulis : Jay Parini
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Pertama, Oktober 2009
Tebal : vii + 190 halaman

Reformasi pendidikan di Indonesia berjalan amat lambat salah satunya disebabkan karena guru. Banyak guru tidak suka perubahan. Inginnya kurikulum dan cara mengajarnya tetap seperti yang sudah-sudah. Banyak penataran guru dilakukan, tetapi banyak yang telah kembali tetap menjalankan tugas seperti sebelum berangkat penataran. Itu sebabnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicanangkan pemerintah tidak berjalan mulus. Di banyak daerah, guru-guru masih bingung dan tidak menjalankan KTSP, meski sudah mengikuti banyak penataran.

Dengan kemajuan zaman dan tantangan zaman yang pesat sekarang ini, guru idealnya tetap terus belajar, kreatif mengembangkan diri, terus menyesuaikan pengetahuan dan cara mengajar mereka dengan penemuan baru dalam dunia pendidikan, psikologi, dan ilmu pengetahuan.

Namun harapan itu kerap kandas, karena guru kurang semangat untuk memajukan diri dan tidak banyak yang terus belajar lagi. Akibatnya pendidikan di Indonesia terbelakang. Yang menarik dengan keadaan seperti itu adalah munculnya tawaran-tawaran model pendidikan alternatif di luar sekolah yang mendapatkan sambutan hangat dari kalangan orangtua seperti quantum learning, pembelajaran super kilat, pembelajaran menyenangkan, dan lain-lain.

Kehadiran buku The Art of Teaching ini benar-benar bisa menjadi inspirasi jika sekolah di Indonesia ingin maju, yaitu guru yang sungguh menekuni pekerjaannya secara profesional dan penuh dedikasi. Dalam buku ini penulis, Jay Parini, berpendapat bahwa untuk menunjang peningkatan kualitas guru, yang sangat penting adalah penghargaan terhadap guru. Jika guru tidak dihargai, maka kemungkinan besar mereka tidak akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya. Di sini pemerintah perlu turun tangan mengangkat martabat guru. Selain itu, untuk meningkatkan profesionalitas guru, kiranya perlu pembenahan pendidikan calon guru dan proses penerimaan guru.

Buku ini juga mengupas persoalan-persoalan sekitar; pertama, guru ideal macam apa yang diharapkan bangsa; kedua, bagaimana pendidikan guru dikelola; ketiga, proses penerimaan calon guru dan keempat, penghargaan terhadap guru.

Panggilan hidup

Pendidikan di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati tugasnya sebagai suatu panggilan. Parini dalam buku ini, menjelaskan dua unsur penting dari panggilan, yaitu; pertama, pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain, dan kedua, pekerjaan itu juga mengembangkan dan memenuhi diri sendiri sebagai pribadi.

Unsur pertama mengungkapkan, pekerjaan tersebut panggilan hidup bila pekerjaan itu mengembangkan orang lain ke arah kesempurnaan. Ini mempunyai arti guru pertama-tama harus mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk berkembang menjadi sempurna baik dalam bidang pengetahuan maupun kehidupan yang lebih menyeluruh. Di sini guru menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar. Dalam istilah Parini, guru di sini menjalankan fungsinya membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang lebih utuh. Hal ini sesuai makna pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia muda. Ini berarti, bagi guru pertama-tama yang dipikirkan, yang diusahakan dalam tugasnya adalah bagaimana agar siswa mereka berkembang dan berhasil.

Apa pun yang terjadi dan apa pun situasinya, guru pertama-tama bukan berpikir untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anak didik. Bagi guru yang menjalankan tugasnya sebagai panggilan, ia rela menyediakan banyak waktu, tenaga, dan pikiran bagi perkembangan dan keberhasilan anak didik. Maka, bila ada anak didik yang nakal, yang tidak cepat berkembang, yang lampat berpikir, ia akan mencari jalan bagaimana dapat membantu mereka. Ini sejalan dengan seorang dokter, yang pertama-tama berhadapan dengan pasien, berpikir bagaimana dapat menyembuhkan pasien, bukan pertama-tama minta upah.

Dalam penghayatan panggilan itu, guru akan penuh dedikasi bagi perkembangan anak didik, tidak kikir dalam mengembangkan anak didik. Dalam bahasa yang lebih religius, guru yang menghayati panggilan ini akan sungguh mencintai anak didiknya untuk maju. Anak-anak yang terbelakang, yang kurang berkembang, yang mempunyai persoalan akan selalu dibantu. Dan kepuasan guru justru jika berhasil membantu mereka maju mengatasi persoalannya.

Unsur kedua adalah memahami kepentingan pribadi. Pekerjaan guru akhirnya juga membutuhkan hasil bagi perkembangan dan kepenuhan guru sendiri. Ia merasa senang dan bahagia karena dapat membantu anak didik. Dalam hal ini tentu diharapkan ada hasil berupa materi (upah), meski itu bukan yang utama. Dengan melakukan pekerjaan sebagai guru, seorang guru berkembang, menjadi lebih manusiawi, dan mempunyai harga diri.

Dalam pengertian di atas, tampak bahwa banyak guru di Indonesia belum menghayati tugasnya sebagai panggilan hidup. Masih banyak guru menghayati pekerjaanya sebagai lapangan kerja untuk mencari uang, yang sebenarnya jumlah uangnya kecil. Belum banyak guru yang sungguh perhatian kepada kemajuan dan kebaikan siswa secara penuh. Masih banyak guru yang mengerjakan proyek di mana-mana untuk mencari tambahan uang. Berapa guru mengajar di berbagai sekolah, sehingga tidak sempat menyiapkan pembelajarannya secara sungguh-sungguh dan sudah menjadi capai karena terlalu banyak bekerja.

Akibat dari kurangnya penghayatan ini jelas anak didik telantar, kurang diperahtikan, dan sering ditinggalkan oleh guru mereka. Banyak guru kurang dedikasi dalam tugasnya. Misalnya, tidak menyiapkan bahan secara baik, tidak sungguh memerhatikan masing-masing anak didik, lebih senag mendekati anak didik yang pandai sedangkan anak didik yang bermasalah ditinggalkan.

Menurut Parini, sebenarnya seorang guru yang terlalu menekankan mencari uang lewat profesi keguruan akan sering mengalami frustasi karena gaji guru memang kecil dibandingkan gaji pegawai lain yang setingkat. Kalau seorang ingin menjadi kaya dengan menjadi guru, hal itu jelas keliru. Mereka seharusnya bisnis saja dan meninggalkan profesi keguruaannya. Kepuasan dan kebahagiaan seorang guru seharusnya terletak pada kegembiraan batin karena anak didiknya berkembang menjadi manusia yang lebih baik dan lebih utuh.

Komentar

Postingan Populer