Revitalisasi Ekonomi Islam


Judul Buku : Ekonomi Islam
Penulis : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta
Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : xx + 541 halaman

Setiap paham ekonomi memiliki karakteristik tertentu yang dibedakan dengan paham lainnya. Suatu paham, termasuk ekonomi, dibangun oleh satu tujuan, prinsip, nilai, dan paradigma. Sebagai misal, paham liberalisme dibangun atas tujuan terwujudnya kebebasan setiap individu untuk mengembangkan dirinya. Kebebasan ini akan terwujud jika setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Oleh karena itu, kesamaan kesempatan merupakan prinsip yang akan dipegang yang pada akhirnya akan melahirkan paradigma persaingan bebas.

Buku ini mencoba memberikan pemahaman tentang bangunan dan mekanisme ekonomi Islam berdasarkan interpretasi terhadap nilai dan prinsip syariah Islam. Dimana ekonomi Islam sendiri dibangun untuk tujuan suci, dituntun oleh ajaran Islam dan dicapai dengan cara-cara yang dituntunkan pula 0leh ajaran Islam. Oleh karena itu, kesemua hal tersebut saling terkait dan terstruktur secara hierarkis, dalam arti bahwa spirit ekonomi Islam tercermin dari tujuannya, dan ditopang oleh pilarnya. Tujuan untuk mencapai falah (kebahagian di dunia dan di akhirat) hanya bisa diwujudkan dengan pilar ekonomi Islam, yaitu nilai-nilai dasar (islamic value), dan pilar operasional, yang tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi (Islamic principles). Dari sinilah akan tampak suatu bangunan ekonomi Islam dalam suatu paradigma, baik paradigma dalam berpikir dan berperilaku maupun bentuk perekonomiannya.

Tujuan akhir ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Inilah kebahagiaan hakiki yang diinginkan oleh setiap manusia, bukan kebahagiaan semu yang sering kali pada akhirnya justru melahirkan penderitaan dan kesengsaraan. Dalam konteks ekonomi, sebagaimana telah dibahas dalam bab I, tujuan falah yang ingin dicapai oleh ekonomi islam meliputi aspek mikro ataupun makro, mencakup horizon waktu dunia ataupun akhirat.

Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar sekaligus tujuan utama dari syariat Islam (mashlahah al ibad), karenya juga merupakan tujuan ekonomi islam. Menurut As-Shatibi tujuan utama syariat Islam adalah mencapai kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap lima ke-mashlahah-an, yaitu keimanan (ad dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-maal) dan kelangsungan keturunan (an-nasl). Kelima maslahah tersebut pada dasarnya merupakan sarana yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan terhormat. Jika salah satu dari lima kebutuhkan ini tidak tercukupi, niscaya manusia tidak akan mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya.

Ekonomi Islam tidak sekedar berorientasi untuk pembangunan fisik material dari individu, masyarakat dan negara saja, tetapi juga memerhatikan pembangunan aspek-aspek lain yang juga merupakan elemen pentinga bagi kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Pembangunan keimanan merupakan fondasi bagi seluruh perilaku individu dan masyarakat. Jika keimanan seseorang kokoh dan benar, yaitu memegang Islam secara kaffah, maka niscaya semua muamalah akan baik pula. Keimanan dengan sendirinya akan melahirkan kesadaran akan pentingnya ilmu, kehidupan, harta, dan kelangsungan keturunan bagi kesejahteraan kehidupan manusia. Keimanan kaan turut membentuk preferensi, sikap, pengambilan keputusan, dan perilaku masyarakat. Manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan keimanan yang benar, yang mampu membentuk preferensi, sikap, keputusan, dan perilaku yang mengarah pada perwujudan maslahah untuk mencapai falah.

Maslahah harus diwujudkan melalui cara-cara yang sesuai dengan syariah Islam sehingga akan terbentuk suatu peradaban yang luhir. Peradaban Islam adalah peradapan mengedepankan aspek budi pekerti atau akhlak, baik manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, makhluk lain alam semesta dan hubungannya dengan Tuhan. Upaya pencapaian maslahah dan keadilan harus dilakukan dengan dasar akhlak Islam sehingga tidak mmeperuncing konflik sosial.

Maslahah dapat dicapai hanya jika manusia hidupa dalam keseimbangan (equilibrium), sebab keseimbangan merupakan sunnatullah. Kehidupan yang seimbang merupakan salah satu esensi ajaran Islam sehingga umat Islam pun disebut sebagai umat pertengahan (ummatan wasathan).

Ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang seimbang ini, dimana antara lain mencakup keseimbangan fisik dengan mental, material dan spiritual, individu dengan sosial, masa kini dengan masa depan, serta dunia dengan akhirat. Keseimbangna fisik dengan mental atau material dan spiritual akan menciptakan kesejahteraan holistik bagi manusia. Pembangunan ekonomi yang terlalu mementingkan aspek material dan mengabaikan aspek spiritual hanya akan melahirkan kebahagiaan semu, bahkan justru menimbulkan petaka.

Pembangunan yang hanya mengutamakan kepentingan individu tanpa memerhatikan dimensi sosial akan memunculkan ketidak harmonisan yang akhirnya dapat mengganggu proses pembangunan itu sendiri. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sosial sehingga keseimbangan di antara keduanya merupakan aspek penting dalam menciptakan harmoni kehidupan. Keseimbangan masa kini dengan masa depan merupakan elemen penting bagi keberlanjutan pembangunan di masa depan. Sember daya ekonomi tidak boleh dihabiskan oleh generasi sekarang, tetapi harus juga dapat dinikmati oleh seluruh generasi. Sumber daya ekonomi harus digunakan secara efisien dan dikelola dengan hati-hati sehingga manfaatnya dapat dinikmati banyak orang di sepanjang waktu. Akhirnya, tujuan mewujudkan keseimbangan dunia dan akhirat akan menjamin terciptanya kesenjahteraan yang kekal dan abadi.

Dengan demikian, sebagai suatu cabang ilmu, ekonomi Islam bertujuan untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan bagi setiap individu yang membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, perhatian utama ekonomi Islam adalah pada upaya bagaimana manusia meningkatkan kesejahteraan materialnya yang sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan spiritualnya. Kerena aspek spiritual harus hadir bersamaan dengan target material, maka diperlukan sarana penopang utama, yaitu moralitas pelaku ekonomi.

Komentar

Postingan Populer